"Cocok” itu rumit
Zakiego
@zakiego
Perasaan selalu bekerja dengan caranya sendiri. Rumit, susah ditebak, selalu.
Ketika membicarakan pasangan hidup, saya tahu bahwa tidak semua orang cocok dengan yang lain. Tetapi, baru-baru ini saja saya menyadari, betapa teramat rumit mengartikan kata cocok itu.
Seringnya, perasaan itu mula-mula muncul ke permukaan ketika memenuhi standar tampan/cantik dari orang tersebut. Kemudian, beranjak pada:
- Bagaimana sikapnya?
- Apakah dia pemarah?
- Apakah dia penyayang?
- Apakah dia pemaaf?
- Apakah dia pemalas?
- Bagaimana kesehariannya?
- Apakah memiliki ketertarikan pada hal yang sama?
- Apakah memiliki hobi yang sama?
- Bagaimana tutur katanya?
- Bagaimana tingkat pendidikannya?
- Apakah baginya penting untuk memiliki tingkat pendidikan yang sama?
- Bagaimana keluarganya?
- Apakah berasal dari suku yang hanya membolehkan nikah dari suku yang sama?
- Apakah orang tuanya baik?
- Apakah orang tuanya menerima?
- Bagaimana pekerjaannya?
- Bagaimana dengan tempat tinggalnya?
- Apakah tempat tinggalnya jauh?
- Jika jauh, apakah mungkin untuk dijangkau?
- Jika jauh, apakah mau ada yang harus mengalah?
Dan sederet pertanyaan lainnya.
Pertanyaan di atas hanya contoh kecil, bagaimana dua anak manusia yang mencoba untuk mencocokkan diri satu sama lain. Kompleks. Itulah sebabnya, saya pernah menulis:
Jatuh cinta, itu sebuah kebahagiaan.
Jatuh cinta pada orang yang tepat, itu sebuah keberuntungan.
Jatuh cinta pada orang yang tepat dan juga berbalik mencintai, itu sebuah kesempurnaan hidup.
Sering sekali, saat kita jatuh cinta pada seseorang, ternyata seseorang tersebut tidak mencintai kita. Atau, kita jatuh cinta, tapi pada orang yang salah, dia buruk. Beruntunglah ketika cinta itu tertuju pada orang yang tepat, dan berbalik mencintai.