Menjadi Luar Biasa Dengan Melakukan Hal Biasa
Zakiego
@zakiego
We feed people. Sebuah kata yang menarik untuk dijadikan judul sebuah film dokumenter. Tanpa perlu berpikir panjang, dengan tempo yang sesingkat-singkatnya, jari berayun cepat, menekan tombol play.
Tebakan saya meleset.
Awalnya mengira film ini hanya akan bercerita tentang proses memberi makan korban bencana di pengungsian. Ternyata tidak. Lebih dari itu.
Saya selalu cengeng ketika berhadapan dengan bencana. Bukan, bukan karena takut. Tetapi, selalu merasa kagum, terhadap mereka yang membantu hamba-hamba Tuhan yang sedang kesusahan.
Film ini bercerita tentang José Andrés, dia “hanya” seorang koki. Pada usia yang masih muda, ia telah mampu bekerja di sebuah restoran berkelas. Karirnya cemerlang. Dia memiliki buku dan mendapat panggung di televisi. Sorotan besar tertuju padanya. Sampai-sampai, José kemudian mendirikan sebuah perusahaan yang juga bergerak di bidang makanan. Menjadikan namanya sebagai sebuah merk. Koki yang merepresentasikan negara Spanyol.
Tetapi kemudian sebuah panggilan jiwa datang. Ketika terjadi gempa di Haiti pada 2010. Dunianya pun berubah.
Everyone always has a moment in life that, kind of, you’ll receive a call. And you never know when the call is gonna arrive, and from whom, or from where. But one day, I get… I receive a call.
José kemudian terbang ke Haiti. Pada penerbangan pertama yang dibuka. Ia berencana akan menginap selama 3 hari dan memberi bantuan makanan untuk pengungsian di sana. Tetapi ternyata, dia tinggal lebih lama di sana.
Lebih dari sekadar “tukang masak”, José yang merupakan seorang yang memiliki banyak kenalan, kemudian menghubungkan banyak donatur dan juru masuk, mengorganisir bantuan dan mengirimkan puluhan ribu porsi makanan ke berbagai daerah-daerah terpencil.
Dia hanya melakukan sebuah misi sederhana, hanya “memberikan makan”.
Salah satu koleganya berkata,
In a crisis, you call on the experts. Where there was a medical crisis, you bring in a doctor. And no one was calling on the cooks and chefs of the world when there were people who are hungry.
Saya sepakat. Kita tidak pernah mengumpulkan para juru masak, ketika ada kelaparan saat terjadi bencana.
Dari seorang José Andrés, saya belajar bahwa untuk menjadi luar biasa, kita cukup melakukan hal yang biasa-biasa saja.
Seperti yang ditulis oleh Zen RS dalam tulisannya yang berjudul "Pahlawan Tak Diperlukan di Masa Pandemi”.
Atau seperti cerita seorang satpam yang saya baca pada awal April. Seseorang yang kehilangan pekerjaannya di bilangan Jakarta Selatan tak bisa membayar sewa kos dan terpaksa beberapa hari tidur di sebuah stasiun KRL. Ia mengaku bisa bertahan karena “setiap pagi seorang satpam yang tak ia kenal membelikannya nasi bungkus”.
Agaknya kita memang tak perlu mengharapkan kepahlawanan karena pahlawan bertindak agung seringnya hanya sekali. Yang kita butuhkan di masa pandemi adalah kebaikan yang bisa dilakukan berkali-kali, setiap hari, oleh semua orang… seperti satpam itu, seperti kebanyakan kita semua.
Di akhir tulisannya, kang Zen menutup dengan sebuah kalimat, “Berbahagialah bangsa yang bisa menghargai orang-orang biasa dan pekerjaan-pekerjaan yang juga biasa.”
Bagi saya, mbah Sadiman adalah seorang yang luar biasa, meski ia hanya melakukan hal yang biasa, menanam pohon.
Bagi saya, pak Achmad Yurianto adalah seorang yang luar biasa, meski ia hanya melakukan hal yang biasa, menjadi juru bicara penanganan Covid-19.
Bagi saya, pak Sutopo adalah seorang yang luar biasa, meski ia hanya melakukan hal yang biasa, menjadi humas BNPB.
Bagi saya, buya Syafi'i Ma'arif adalah seorang yang luar biasa, meski ia hanya melakukan hal yang biasa, menjadi seorang dosen dan ketua umum Muhammadiyah.
Dan manusia-manusia luar biasa lainnya, dengan hanya melakukan hal yang biasa.
Kita tidak perlu menjadi manusia super, yang bisa terbang dan mengangkat beban berat dengan satu tangan, untuk menjadi luar biasa.
Kita cukup melakukan hal biasa, namun dengan sebaik-baiknya.
Jika kita adalah seorang anak, maka berbaktilah sebaik-baiknya.
Jika kita adalah seorang orang tua, maka didiklah anak sebaik-baiknya.
Jika kita seorang pelajar, maka belajarlah sebaik-baiknya.
Jika kita seorang pengajar, maka ajarilah sebaik-baiknya.
Jika kita seorang pelayan publik, maka layanilah sebaik-baiknya.
Jika kita seorang pemimpin, maka pimpinlah sebaik-baiknya.
Dan lagi, di akhir bait doa, saya hanya berharap, agar Tuhan menutup usia saya saat berada dalam kebermanfaatan.
Ditulis pertama di Pelaihari, 29 Mei 2022 2:50 PM
Diselesaikan di Banjarmasin, 6 Juni 2022 11:38 PM